Rabu, 09 Januari 2013

MUSUH DEMOKRASI DAN HUKUM ANAK HARAM


1. Musuh demokrasi.
Musuh demokrasi yang ada di Indonesia bukan hanya terdiri dari satu macam saja. Ada beberapa hal yang menjadi musuh demokrasi. Ini jelas terlihat dari berbagai macam hal yang sering kita lihat di acara-acara pesta politik atau social politik. Beberapa contoh musuh demokrasi :
a.              Feodalisme
feodalisme  adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik yang dijalankan kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra. Dalam pengertian yang asli, struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan, yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa Latin, feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).
Istilah feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya sendiri tidak pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat feodal". Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.
Dalam penggunaan bahasa sehari-hari di Indonesia, seringkali kata ini digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan perilaku para penguasa yang zalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati', atau 'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'. Arti ini sudah banyak melenceng dari pengertian politiknya.
b.     Terorisme
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Banyaknya pihak yang berkepentingan dalam isu terorisme terutama terkait dengan politik, telah melahirkan berbagai opini yang berpengaruh terhadap definisi terorisme, salah satunya opini Peter Rösler-Garcia, seorang ahli politik dan ekonomi luar negeri dari Hamburg, Jerman yang menyatakan tidak ada suatu negara di dunia ini yang secara konsekuen melawan terorisme.
Definisi pertama diberikan oleh  Encyclopedia of  Britanica sebagai berikut :
“ Terrorism is the systematic use of violence to create a general climate of fear in a population and thereby to bring about a particular political objective.”
Namun , banyak sekali orang beranggapan bahwa teroris ialah islam. Padahal islam tidak mngajarkan umatnya untuk menjadi teroris , golongan yang menjadi benteng teroris ialah al-qaeda. Teroris mengganggu kedaiulatan Indonesia. Karna sebab beberapa golongan menyalahkan islam sebagai pelaku teroris maka setiap warga Negara yang beragama islam sedikit dianggap termasuk golongan terorisme dan ini membuat kesenjangan antar umat beragama dan menggangu demokrasi Indonesia.

c.      Korupsi , Kolusi dan Nepotisme
Hal pertama yang saya lakukan ketika mendengar korupsi ialah diam. Menurut saya korupsi di Indonesia adalah budaya atau tradisi turun temurun golongan pejabat miskin yang berpura-pura kaya dengan cara memakan uang rakyat tanpa rasa bersalah dan tanpa belas kasihan. Korupsi menghancurkan Negara . korupsi membuat Negara ini menjadi miskin dan terbelakang. Korupsi membuat kesenjangan antara dewan perwakilan rakyat dengan rakyat karna tidak transparannya informasi keuangan yang dilaporkan pemerinth kepada rakyat. Kemana uang rakyat ? dimana hak rakyat ? katanya dari rakyat untuk rakyat ?.ini merupakan musuh demokrasi.
 Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Di Indonesia, kolusi paling sering terjadi dalam proyek pengadaan barang dan jasa tertentu (umumnya dilakukan pemerintah).
Dan bagaimana dengan nepotisme ? contoh dari nepotisme ialah misalnya seorang direktur mengangkat pangkat anak buahnya. Namun pengangkatan tersebut bukan karena nak buahnya itu memiliki kualifikasi terbaik yang memang pantas untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi . namun , karena anak buahnya itu ialah saudara atau keponakan atau orang yang memiliiki hubungan dekat dengan beliau.
Kalau ketiga budaya tersebut tetap tertanam di Indonesia. Di negerri tercinta ini . lalu bagaimana kelak kehidupan berdemokrasi kita ? akan semakin luntur karena ketiga budaya ini akan membuat kesenjangan anar manusia dan membuat manusia lebih individual dan malas berorganisasi yang sehat.
d.     Perbedaan Suku , Agama dan Ras
Perbedaan ini sulit untuk dicari solusinya. Sering sekali ini dijadikan suatu benteng yang melindungi kepentingan golongan . saling menmbedakan golongan – golongan tertentu dan menjatuhkan apabila memakai cara-cara yang tidak sehat dengan cara mengatas namakan agama. Atau meninggikan suatu suku dan ras tertentu untuk memuluskan rencana-rencananya. Apabila ini terus dipertahankan maka kedaulatan demokrasi akan terganggu. Karena, setiap orang akan membela suku agama dan ras masing-masing dan cenderung mengabaikan suku agama dan ras lain sehingga kepentingan bersama akan nomor duakan dan mementinggkan kepentingan pribadi atau golongan.

e.     Akuntabilitas dan Transparansi
Di dalam pemerintahan monarki absolut ataupun totaliter, aspek-aspek kekuasaan adalah sesuatu yang rahasia. Bahkan dapatlah dikatakan, bahwa seluruh fondasi politis adalah rahasia, terutama soal taktik merebut dan mempertahankan kekuasaan politis. Karena rahasia berkuasa, maka ketidakpercayaan menjadi atmosfer hidup bersama. Masyarakat hidup dan bergerak dengan rasa curiga dan prasangka.
            Masyarakat demokratis menjauh dari politik rahasia semacam itu. Transparansi, atau keterbukaan, adalah ciri utama politik demokrasi. Proses pembuatan kebijakan dibuat dengan proses-proses publik yang melibatkan semua pihak yang nantinya terkena dampak dari kebijakan tersebut. Tujuan dari keterbukaan ini adalah pertanggungjawaban kekuasaan terhadap orang-orang yang telah memberikan kekuasaan tersebut, yakni rakyat itu sendiri. Akuntabilitas dan transparansi politik adalah ciri utama dari kekuasaan demokratis.  
            Hal ini, sekali lagi, berlaku dari mulai kekuasaan politik di pusat negara, sampai dengan level RT dan RW. Contohnya kas kolektif RT dan RW dibuat transparan, artinya dapat diakses oleh setiap orang yang tinggal di RT dan RW tersebut. Kas itu juga dibuat laporan pertanggungjawaban secara berkala, terutama soal penggunaannya. Proses-proses pemilihan dan pola kerja ketua RT/RW serta jajaran di bawahnya juga dibuat terbuka, dan diberikan pertanggungjawaban yang benar secara berkala. Jika ini tidak ada, maka demokrasi pun juga tidak ada.

2. melindungi anak-anak hasil dari hubungan tanpa nikah

Pemerintah melindungi anak-anak hasil hubungan diluar penikahan ialah bertujuan untuk memberi hak setara kepada anak tak berdosa tersebut. Bukan bermaksud untuk membenarkan hubungan yang dilakukan orang tua anak tersebut. Keberadaan anak hasil hubungan di luar nikah kini dilindungi hukum, khususnya terkait hubungan perdata dengan ayah biologis mereka.
Ketentuan ini merupakan terobosan hukum yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi di dalam putusan uji materi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pasal 43 ayat (1) UU 1/1974 yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”

Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, tujuan dari perlindungan anak untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Jadi, bagaimana anak yang meskipun lahir di luar
perkawinan itu semestinya diperlakukan sama seperti halnya anak-anak lainnya yang lahir dari hasil ikatan perkawinan. Hanya saja timbul persoalan di kemudian
hari ialah anak yang dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayah seringkali mendapat tanggapan yang negatif dan perlakuan yang tidak adil di tengahtengah
masyarakat. Anak tersebut jangan sampai ikut menanggung kerugian perbuatan yang dilakukan olehorangtuanya. Hal inilah yang semestinya masyarakat
agar dapat berpikir jernih untuk merespon putusan tersebut, sehingga terhindar dari asumsi-asumsi negatif  yang ditimbulkannya, seperti muncul anggapan bahwa
dengan adanya putusan ini, berarti telah melegalkan perzinaan. Jadi negara wajib melindungi anak tersebut sebagaimana amanah konstitusi dan undang undang
yang mengaturnya, terlepas dari sah tidaknya perkawinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar